
Jakarta-KamayoNews.com. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah mengajukan usulan kepada Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk membahas kemungkinan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengungkapkan keprihatinannya melalui pernyataan resmi yang dirilis di Jakarta pada hari Kamis. Menurut Bagja, opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 perlu dibahas karena jadwalnya bersinggungan dengan Pemilu 2024 dan memungkinkan terganggunya keamanan dan ketertiban.
“Kami benar-benar khawatir dengan Pemilihan (Pilkada) 2024 ini, karena pemungutan suara akan dilaksanakan pada November 2024, sementara pelantikan presiden baru dan pergantian menteri baru akan dilakukan pada bulan Oktober 2024. Oleh karena itu, kami mengusulkan pembahasan opsi penundaan pemilihan (pilkada) ini, karena ini merupakan pertama kalinya dilakukan secara serentak,” jelas Bagja.
Bagja juga menyoroti kemungkinan gangguan keamanan di suatu daerah yang dapat menyulitkan polisi untuk mendapatkan bantuan dari daerah lain, mengingat setiap daerah juga sedang melaksanakan Pilkada pada saat yang sama.
“Dalam situasi sebelumnya, misalnya, jika terjadi gangguan keamanan di Makassar, kepolisian dapat meminta bantuan dari Polres sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Namun, dalam Pilkada 2024, hal tersebut akan sulit dilakukan karena setiap daerah sedang sibuk melaksanakan pemilihan serentak,” tambahnya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang digelar oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema “Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya” di Jakarta pada hari Rabu (12/7).
Sebelumnya, Bagja juga telah menguraikan sejumlah potensi masalah dalam Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024 yang dihadapi dari tiga aspek, yaitu penyelenggara, peserta pemilu, dan pemilih.
Dalam aspek penyelenggara pemilu, Bagja mengungkapkan beberapa potensi masalah, seperti pembaruan data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik pemilu seperti surat suara, serta beban kerja yang terlalu berat bagi penyelenggara pemilu. Ia juga menyoroti sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait peraturan yang belum optimal.
“Masalah data pemilih sangat banyak, bahkan dalam satu keluarga saja terdapat pemilih yang terdaftar di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berbeda, yang kemudian menimbulkan kekesalan. Selain itu, terdapat juga masalah dalam surat suara, misalnya kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B. Ini juga dapat menimbulkan masalah,” ungkapnya.
Bagja juga menyoroti aspek peserta pemilu, seperti maraknya politik uang, kurangnya transparansi dalam pelaporan dana kampanye, dan belum optimalnya netralitas aparatur sipil negara (ASN). Selain itu, penggunaan alat peraga kampanye yang tidak tertib juga menjadi masalah yang harus diatasi.
Terakhir, Bagja menyoroti potensi masalah dari aspek pemilih, seperti kesulitan bagi pemilih dalam menggunakan hak pilih, ancaman dan gangguan yang terkait dengan kebebasan memilih, serta penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
“Ketika calon presiden dan wakil presiden telah ditetapkan, kemungkinan berita bohong dan ujaran kebencian akan meningkat. Oleh karena itu, kita perlu melakukan antisipasi,” tegasnya.
Kertas Suara Warna Kuning, Pojok Kana Bawah, Partai Perindo, Coblos Nomor Urut 1